Siapa yang di sini udah ngalamin susahnya mencari uang dengan bekerja? Kalau kamu ngalamin, yaps betul, kamu udah punya pengalaman menjadi buruh. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), buruh adalah orang yang bekerja untuk orang lain dengan mendapat upah; pekerja. Jadi, selama kamu masih diupah atau digaji, kamu adalah buruh meskipun kamu seorang karyawan, pegawai, dosen, guru, pengacara, hakim, dan profesi lainnya.
Tapi, kok ada misleading kata ‘buruh’ di masyarakat luas, ya?
Nah, nggak jarang kok, kita beranggapan buruh itu hanya orang yang bekerja di lapangan. Dilansir dari Ekrut.com dalam buku Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia karya Lalu Husni, disebutkan bahwa istilah buruh berkonotasi pada pekerja kasar yang lebih mengutamakan tenaga otot dibanding otak ketika bekerja. Misalnya, kuli bangunan, tukang kayu, buruh tukang batu, dan lain sebagainya. Sedangkan yang bekerja sebagai karyawan kantoran, ahli dan sebagainya beranggapan kalau mereka “pekerja” bukan “buruh”.
Perbedaan seperti ini ternyata berawal dari zaman penjajahan Changemakers. Di mana saat itu, buruh adalah penyebutan untuk mereka yang pekerja kasar. Misalnya, tukang, kuli, dan lain-lain. Pemerintah Belanda menyebut pekerja kasar sebagai blue collar (kerah biru). Sementara, orang-orang dengan pekerjaan halus, seperti pegawai administrasi disebut dengan white collar (kerah putih). Mereka biasanya termasuk golongan para bangsawan yang bekerja di kantor.
Seiring berkembangnya zaman, dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, pengertian buruh berganti dan disamakan dengan pekerja. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dan atas pekerjaanya tersebut menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Tapi sayangnya banyak kontroversi Hari Buruh di setiap tanggal 1 Mei nih, Changemakers. Yang mungkin aja, di kalangan kalian juga merasakannya?
Demo Besar-besaran
Demo Hari Buruh biasa terjadi di kota-kota besar. Banyak buruh dari beragam komunitas, organisasi berkumpul di satu titik dan menyuarakan aspirasinya. Tapi sayangnya, banyak juga yang merasa demo buruh memunculkan kekhawatiran tersendiri. Demo besar-besaran tentu menyebabkan macet dan sampah yang bertebaran. Belum lagi jika terjadi aksi yang mengarah pada huru-hara atau kericuhan.
Banyak nuntut?
Eitsss, pasti di balik perjuangan selalu aja ada cibiran. Beberapa hak yang selalu diperjuangankan para buruh adalah kesejahteraan buruh dan kenaikan upah. Tapi sayangnya, banyak pihak yang beranggapan “buruh terlalu banyak nuntut” “nggak bersyukur”, dan lain-lain. Faktanya, menurut Data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Februari 2021, sebanyak 49,67 persen pekerja masih digaji di bawah upah minimum. Hampir setengah dari total pekerja di Indonesia dibayar di bawah standar.
Hak buruh tetap diperjuangkan
Meskipun banyak yang pro dan kontra terhadap buruh, tapi sampai saat ini setiap hak buruh tetap ditegakan. Soalnya, kita nggak bisa menyangkal masih banyak ketidakadilan yang terjadi di kalangan buruh. Seperti jam kerja yang melebihi baras, upah rendah, dan sebagainya.
Nah, Changemakers bagaimana pendapatmu terhadap perjuangan buruh di Indonesia? Tulis di kolom komentar, ya! Dan selamat Hari Buruh Internasional, semoga para buruh/pekerja selalu mendapatkan kesejahteraan di tempatnya bekerja di mana pun dan kapan pun.