Hai, Changemakers!
Siapa di sini yang mendeklarasikan diri sebagai Swiftie alias fans-nya Taylor Swift? Lagu-lagunya yang enak didenger sekaligus relatable dengan berbagai keadaan bikin penyanyi asal Amerika Serikat satu ini punya fanbase yang besar banget di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Lagi jatuh cinta dan bucin-bucinnya? Puter aja Lover! Galau abis diputusin? Ada All Too Well 10 Minutes Version yang siap nemenin kamu! Gagal move on? Tenang, bukan kamu aja yang relate sama lagu right where you left me! Nah, saking relatable-nya lagu-lagu Taylor, belakangan ini muncul trend di TikTok di mana banyak orang berbondong-bondong curhat ke Mbak Taylor tentang masalah hidupnya, mulai dari gagal move on padahal belum pernah jadian sampai curcol nekat solo trip ke gunung karena ditinggal nikah! Waduh!
Kenapa sih, Kita Demen Spill Curhatan di Medsos? Nggak Takut Oversharing, kah?
Bagi kalian pengguna TikTok, mungkin udah pernah liat video semacam ini berseliweran di laman FYP (For Your Page) yang biasanya diberi background music All Too Well 10 Minutes Version.
Wah, Taylor udah kayak alih profesi aja ya, dari penyanyi jadi psikolog! Tapi di balik trend yang menghibur sekaligus ngenes ini, kalian pernah nggak sih, bertanya-tanya kenapa banyak orang hobi spill masalah dan curhat di medsos? Apa nggak takut oversharing dan diliat banyak orang?
Ternyata ada berbagai alasan loh, kenapa fenomena “Mbak Taylor” ini bisa menjadi trend di kalangan netizen!
1. Ngerasa Nggak Ada yang Peduli dengan Masalahnya
Beberapa orang merasa kesepian atau nggak punya teman yang mau mendengarkan curahan hatinya. Makanya, mereka biasanya memilih curhat di media sosial karena merasa itu satu-satunya wadah untuk menumpahkan isi hati mereka. Meski kalau nggak hati-hati, hal itu bisa menimbulkan masalah yang lebih besar.
2. Ngerasa Lebih Nyaman Curhat Tanpa Nerima Tanggapan Langsung
Beberapa orang terkadang cuma mau didengarkan tanpa menerima kritikan. Ada pula yang pernah punya pengalaman pahit berupa mendapat tanggapan negatif ketika lagi bercerita tentang masalahnya. Makanya, media sosial dipilih sebagai wadah buat menumpahkan apa yang terpendam dalam hati, karena di sana, orang-orang nggak bisa memberi tanggapan secara langsung.
3. Butuh Perhatian dan Support dari Orang Lain
Terlepas dari tulus atau nggaknya perhatian tersebut, ada banyak orang yang memang mencari perhatian dan support di media sosial karena satu dan lain hal. Misalnya karena mereka nggak punya sosok teman dekat atau orang yang peduli dengan mereka di dunia nyata. Akhirnya, medsos digunakan sebagai jalan pintas buat mendapat apa yang mereka mau dan butuhkan.
Meski bukan hal yang terlarang, tapi kamu harus hati-hati karena sembarang mengumbar masalah pribadi ke publik bisa menjadi bumerang bagi diri sendiri. Hal ini bisa membahayakan karena berpotensi membuat kehidupan pribadi kita diketahui banyak orang. Makanya, kita semua perlu hati-hati dalam bertindak di media sosial dan jangan sampai oversharing dengan berpikir sebelum mengetik atau mengunggah sesuatu dan memahami konsekuensi yang mungkin timbul karenanya.
Selain itu, nggak ada salahnya loh, kalau kita mulai memperhatikan orang-orang di sekeliling kita dan menanyakan kondisinya! Siapa tau, kita bisa membantu meringankan beban mereka dengan menjadi pendengar yang baik. Jadi, mereka nggak perlu lagi merasa sendirian dan kesepian dalam menjalani hidup.
Meningkatkan awareness tentang bijak bermedia sosial juga bisa kamu lakukan loh, dengan ikutan Challenge Berkomentar Dengan Hati Dimulai Dari Jari dari Teman Gagal. Terdiri atas empat aksi, kamu nantinya bisa membuka donasi sebesar Rp20 ribu disponsori Yayasan Dunia Lebih Baik yang hasilnya akan digunakan untuk keperluan kegiatan manajemen stres bagi remaja penyintas bencana di kota Palu. Jadi, ayo jadi bagian perubahan yang lebih baik sekarang juga!