Hai, Changemakers!
Kalau kalian pergi ke Jawa Timur, utamanya daerah Surabaya dan sekitarnya, siap-siap terkejut dengan kata “jancok” yang akan keluar dari mulut orang-orang. Dalam sehari, bisa lebih dari satu kali kalian mendengarkan perkataan jancok.
Sekilas, kata “jancok” yang keluar dari mulut orang-orang Surabaya dan sekitarnya terdengar menyeramkan. Kalau kalian merasa terkejut, sebenarnya wajar-wajar saja. Soalnya, kata “jancok” diucapkan dengan intonasi yang tegas, keras, dan lugas.
Dengan pengucapan yang tegas, keras, dan lugas, nggak heran orang luar yang baru tiba di daerah Surabaya dan sekitarnya, merasa ungkapan jancok bernilai umpatan dan buruk. Dari sana muncul stigma kalau Surabaya dan sekitarnya, orang-orangnya keras.
Tapi tunggu dulu. Sebenarnya, ungkapan jancok, nggak selalu berorientasi umpatan. Jadi kalau ada orang mengeluarkan jancok dari mulutnya, belum tentu ia sedang marah atau mengumpat. Pada dasarnya, jancok punya banyak makna.
Seperti halnya yang dikatakan oleh Sujiwo Tejo, budayawan Indonesia. Sujiwo Tejo menilai jancok sebagai sebuah pisau. Fungsi pisau bisa beragam. Bisa digunakan untuk membunuh oleh penjahat. Bisa menjadi sumber kehidupan bagi anggota keluarga. Begitu juga dengan jancok, bisa bernilai marah ketika diucapkan oleh orang nggak tulus. Bisa juga bernilai kehangatan.
Jadi apa aja makna jancok?
Sumber gambar: Semilir.co
Jancok yang Punya Banyak Makna
Pertama, bermakna keakraban. Bagi masyarakat Surabaya dan sekitarnya, kalau di dalam hubungan pertemanan, belum pernah keluar kata “cok” atau “jancok” berarti pertemanannya hanya sebatas teman. Belum terbangun hubungan emosional yang intim dan dekat. Kalau sudah akrab banget, mereka nggak mau lagi nyebut nama, tapi sering menyebut cok atau jancok.
Kedua, bermakna syukur. Sekilas terdengar aneh. Kok, bisa jancok digunakan sebagai rasa syukur. Sebenarnya dalam bahasa, nggak ada yang aneh, segalanya bisa menjadi sesuatu. Terlebih lagi jika kita ada pada kondisi emosional yang berlebih, sehingga pemakaian bahasa yang bagi orang lain dianggap nggak normal, udah nggak dipikirkan.
Dari proses itu, jancok biasa digunakan kalau kita mendapatkan hal yang senang. Misalnya, tim Persebaya mainnya bagus,. “Jancok… uapik ngene maine Persebaya!”
Ketiga, bermakna perlawanan. “Awakdewe ra oleh meneng ae, cok!” Tadi itu salah satu contoh kalimat bagaimana jancok digunakan oleh masyarakat untuk melawan. Melawan dalam konteks yang beragam, tapi biasanya digunakan dalam konteks melawan tindakan yang semena-mena.
Keempat, berkmana keterkejutan. Jika seseorang sedang terkejut, mereka punya cara masing-masing untuk mengungkapkan ekspresinya, Nah, bagi orang Surabaya dan sekitarnya, sering menggunakan “jancok” atau “cok” saat terkejut. Seperti, “Cok... tagihanku sak mene.”
Kelima, bermakna ajakan. Ajakan dengan menggunakan kata “jancok” bisa dilakukan pada orang yang sudah akrab. Bisa juga ke orang yang belum akrab. Biasanya, pengungkapan kata “jancok” ke orang yang belum akrab, bertujuan untuk “mencairkan” suasana, biar komunikasinya nggak terlalu kaku. Misalnya, “Golek mangan yo, cok.”
Bagaimana Kata “Jancok” Bisa Tercipta?
Sebenarnya masih ada banyak pemaknaan dari jancok. Tapi dari lima pemaknaan yang udah Champ paparkan di atas, memperlihatkan kalau sebenarnya bahasa punya kekayaan makna. Bahasa nggak hanya terbatas pada satu konsep semata. Bahasa juga punya kekayaan nilai sejarah, seperti ungkapan jancok, kalau Champ lihat sejarahnya, dia nggak muncul secara tiba-tiba. Tapi ada beragam narasi sejarah di belakangnya.
Kata jancok udah populer pada tahun 1930 pada masa kolonial. Awalnya bukan disebut dengan jancok, melainkan yantye-ook. Penyebutan yantye-ook sering dilakukan oleh masyarakat keturunan Indonesia-Belanda. Yantye-ook sendiri punya arti, kamu juga.
Kalau dilihat dari pengertiannya, kata yantye-ook nggak punya arti negatif. Hingga akhirnya, yantye-ook berkonotasi negatif akibat sering dijadikan bahan olok-olokan antara orang pribumi dengan orang keturunan Indonesia-Belanda. Saat terjadi saling olok-olokan, orang pribumi, terutama orang Surabaya, mendengarnya dengan kata, yancok. Maka dari sana muncul kata jancok yang populer sampai sekarang.
Tapi sumber lain menyebutkan kalau kata jancok baru populer ketika masa perlawanan Indonesia melawan penjajah pada tahun 1945. Saat itu ada tank dari pasukan Belanda yang bertuliskan Jan Cox. Jan Cox merupakan pelukis terkenal yang berasal dari Belanda.
Nah, akibat ada tank yang bertuliskan Jan Cox, Tentara Keamanan Rakyat di Surabaya sering melakukan identifikasi saat tank musuh (Belanda) tiba dengan berseru, “Jan Cox! Jan Cox!”
Sumber gambar: National Geographic Indonesia
Asal mula kata jancok, juga dikaitkan dengan masa penjajahan Jepang yang berasal dari asal kata "danco" yang artinya, ayo cepat. Danco sering menjadi umpatan kepada pekerja romusha. Pemuda yang merasa kesal, kemudian mengubahnya menjadi dancok, yang kini familiar dengan sebutan jancok.
Sekarang makin kenal dengan kata “jancok”, kan. Jadi buat kamu yang ingin liburan ke Surabaya dan sekitarnya, jangan diambil hati lagi kalau ada orang lain yang mengucapkan “jancok” saat di kafe, jalan, taman, dan tempat lainnya. Terpenting kita harus menerima bahasa sebagai kebudayaan. Sebab, bahasa adalah ruh identitas manusia yang nggak boleh dilupakan. Sekolah harus terus mengajarkan kebahasaan.
Sekolah emang punya peran penting untuk kehidupan. Sayangnya masih ada anak-anak yang terbatas aksesnya untuk mengenyam pendidikan. Yuk, kita bantu anak-anak untuk mendapatkan pendidikan berkualitas. Salah satu caranya, ikut dan selesaikan Challenge Bantu 100 Anak Muara Indah Dapat Pendidikan Gratis. Dengan menyelesaikan Challenge ini kamu akan membuka donasi sebesar Rp25 ribu yang didanai Yayasan Dunia Lebih Baik. Donasi yang terkumpul digunakan untuk pendidikan layak dan gratis bagi 100 anak di KBA Muara Indah, Penjaringan, Jakarta Utara. Yuk, ikut dan selesaikan sekarang juga!
Referensi:
https://mojok.co/komen/versus/sejarah-kata-jancuk/
https://nationalgeographic.grid.id/read/132898097/menelusuri-dan-meluruskan-sejarah-dari-istilah-jancok-di-surabaya?page=all
https://plus.kapanlagi.com/arti-jancuk-dan-penggunaannya-dalam-komunikasi-sehari-hari-40d51b.html?page=4