Hai, Changemakers!
Ada yang tau sama wilayah bernama “Bawean”? Bagi warga Jawa Timur dan sekitarnya, nama Bawean rasanya udah nggak asing lagi. Jadi, Bawean adalah sebuah pulau yang berada di Laut Jawa dengan jarak sekitar 135 km utara Gresik. Secara administrasi, Bawean menjadi bagian dari Kabupaten Gresik.
Kitab Negarakertagama menyebut Bawean dengan nama Buwun. Pak Cuk, guru sejarah asal Bawean, menceritakan jika asal nama Bawean berasal dari nama raja yang pernah menguasai Bawean. Raja itu bernama Babileono.
Sumber gambar: TIMES Indonesia
Bawean yang Punya Sejarah Panjang
Meski berada di Gresik, kalian akan terkejut jika mengunjungi Pulau Bawean. Soalnya, bahasa yang digunakan masyarakatnya seperti bahasa Madura. Hanya saja, tetap ada perbedaan secara kosa katanya.
Di tiap desanya, ada kosa kata yang berbeda dalam pengucapannya. Seperti, Desa Daun yang menyebut “saya” dengan kata “eson”. Sedangkan Desa Kepuhteluk menyebutnya dengan “bule”.
Secara histori, Pulau Bawean konon pertama kali dihuni oleh orang Madura. Nggak ada waktu yang jelas dan pasti kapan proses itu terjadi, tapi menurut buku Bawean dan Islam ini terjadi pada tahun 1350 Masehi.
Dengan seiring berjalannya waktu, Pulau Bawean kemudian ditempati oleh berbagai suku, seperti Melayu, Jawa, Bugis, dan Makassar. Itu sebabnya, pulau Bawean dikenal dengan wilayah yang multikultural.
Bahkan, Pulau Bawean pernah berada di bawah kepemimpinan kerajaan Madura. Mengutip dari Boyanesia, Pulau Bawean sampai 1743 Masehi berada di bawah Kekuasaan Raja Cakraningrat IV, yang berasal dari Bangkalan.
Tapi ada lagi versi lain tentang orang pertama yang menghuni Pulau Bawean. Pak Cuk mengatakan jika penduduk awal Pulau Bawean berasal dari pedagang Kalimantan. Para pedagang dari Kalimantan menjadikan Pulau Bawean sebagai tempat istirahat sebelum turun ke Jawa. Jadi lama kelamaan, mereka menempati Bawean.
Apa yang dikatakan oleh Pak Cuk, ada benarnya. Karena masyarakat Bawean ada yang memiliki kemiripan dengan orang Banjar, baik secara fisik dan bahasa.
Kebiasaan Merantau Orang Bawean
Pulau Bawean selain memiliki sejarah yang panjang dan keragaman identitas sosialnya, masyarakatnya juga memiliki budaya merantau. Bisa dikatakan, budaya merantau telah mendarah daging bagi orang Bawean.
Sumber gambar: Boyanesia
Mendarah dagingnya merantau bagi orang Bawean karena udah ditanamkan sejak kecil. Menurut penelitian Sholik, dkk., bagi orang Bawean, dikatakan orang Bawean jika udah pernah berlayar menaiki kapal ke negeri orang.
Cara pandang tersebut ada nilai penting di baliknya. Menurut orang Bawean, merantau bukan sekadar perjalanan perpindahan geografis. Orang Bawean menganggap kalau merantau sebagai media mempelajari hidup karena berada di negeri orang akan memberikan pengalaman hidup. Pengalaman hidup ini yang nantinya menjadi modal mengarungi hidup dan berkontribusi untuk Bawean.
Sedangkan menurut Vredenbregt, budaya merantau masyarakat Bawean udah terbentuk sejak abad ke- 18. Kebanyakan masyarakat Bawean merantau ke Singapura, Vietnam, Malaysia, dan Thailand. Dengan terbentuknya ruang merantau dari dahulu, pada akhirnya menjadikan generasi berikutnya kembali melakukannya. Soalnya dengan adanya perantau terdahulu, mereka memberikan tempat singgah untuk orang Bawean yang ingin merantau.
Apa yang dijelaskan oleh Vrenbregt sama dengan tesis Leake. Leaku menjelaskan budaya merantau masyarakat Bawean karena udah keluarga yang merantau sebelumnya. Selain itu, kesuksesan keluarga saat merantau menjadi penyebab lain yang membuat masyarakat Bawean memilih untuk merantau.
Di sisi lain, masyarakat Bawean menganggap, tradisi merantau sebagai bagian dari solidaritas. Terlihat dari tradisi ngater-ngateraken. Ngater-ngaterakan merupakan tradisi mengantarkan seseorang yang akan pergi merantau. Penelitian Oetami dan Ali, menggambarkan kalau tradisi ngater-ngaterkan dilakukan oleh keluarga inti, keluarga besar, dan tetangga.
Champ sendiri kagum dengan kebiasaan merantau orang Bawean. Karena untuk meninggalkan tanah sendiri menuju ke tanah orang lain, bukan hal yang mudah. Ada banyak rintangan yang harus dihadapi. Apalagi dengan solidaritas yang dihasilkan, Champ makin melihat jika merantau orang Bawean, bukan sebatas aktivitas ekonomi, tapi di balik itu juga ada nilai sosial.
Biar kita bisa merasakan bagaimana indahnya solidaritas, seperti yang terjadi di Bawean, kamu bisa ikut Challenge Perdamaian Bisa Dimulai dari Kanan dan Kirimu.
Referensi: https://www.goodnewsfromindonesia.id/2020/12/26/menyingkap-beragam-hikayat-dan-sejarah-dari-pulau-bawean-bagian-1
https://boyanesia.republika.co.id/tag/orang-
https://kontenjatim.com/read27781/mengungkap-asal-usul-pulau-bawean-destinasi-wisata-di-gresik?page=allhttps://kontenjatim.com/read27781/mengungkap-asal-usul-pulau-bawean-destinasi-wisata-di-gresik?page=all
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2021/03/22/istimewa-pulau-kecil-ini-punya-dialek-bahasa-yang-beragam
Oetami, S.W.B., Ali, M.2022. Tradisi Merantau: Representasi Identitas dan Kearifan Masyarakat Bawean. Arif:Jurnal Sastra dan Kearifan Lokal. Volume 2, Nomor 1, 143-156.
Sholik, M.I., Rosyid, F., Mufa’idah, K., Agustina, T., Ashari, U.R. 2016. Merantau Sebagai Budaya (Eksplorasi Sistem Sosial Masyarakat Pulau Bawean). Jurnal Cakrawala. Volume 10, Nomor 2, 143-153